Semester genap tahun ini saya punya profesi baru, sebagai dosen, pegang mata kuliah Digital Marketing di Universitas Katolik Musi Charitas.
Baru 3 sesi pertemuan keluarlah surat pengarahan dari dinas terkait untuk melakukan pendidikan secara online, menyesuaikan pandemi. Bagi saya yang kelasnya banyak mengajar materi online, pendidikan secara online tentu bukan satu masalah.
Di awal-awal pandemi banyak yang menggunakan aplikasi zoom untuk pertemuan. Tapi, wait,,, sampai sekarang pun rasanya juga masih banyak sekali yang pakai Zoom dan aplikasi video conference lainnya. Saya lihat anak dan ponakan saya yang masih SD pun diminta pakai video conference untuk belajar. Video conference seakan menjadi trend dan kelaziman.
Saya bisa saja ikut-ikutan menggunakan zoom untuk mengajar. Bagi saya pribadi, kuota dan pulsa untuk mengajar tidak pernah jadi masalah. Internet handphone saya paket sultan soalnya. Dan saya punya hak sebagai dosen untuk menentukan alat pengajaran, saya mendapat izin dari kampus.
Tapi sejak awal saya memutuskan untuk tidak ikut-ikutan menggunakan video conference untuk mengajar. Pandangan saya, biaya yang timbul dari penggunaan video conference akan sangat memberatkan bagi mahasiswa yang saat ini bahkan sedang berjuang untuk bisa tepat waktu melakukan pembayaran uang kuliah. Per 3 jam kemakan 1 Giga Byte. Kalikan sendiri berapa biaya kuota yang perlu dikeluarkan untuk menyelesaikan 1 semester. Biaya yang awalnya tidak pernah ada.
Keinginan mereka untuk bisa melanjutkan pendidikan adalah suatu misi suci yang harus saya bantu dan dukung agar berhasil, dan tidak malah menjadi kerikil tajam yang melukai kaki.
Saya memilih cukup menggunakan WhatsApp saja untuk menyampaikan materi, dan beberapa video pendek, gambar, dan link Website sebagai alat pengajaran. Biaya untuk belajar rendah dan sangat terjangkau.
Saya membayangkan akan ada banyak ekses negatif dari pemanfaatan video conference secara pukul rata tanpa memperhatikan kemampuan finansial mahasiswa. Tidak mungkin saya memberikan nilai kurang hanya gara-gara mahasiswa tidak bisa hadir di kelas video conference akibat kehabisan kuota .Atau memberikan status tidak lulus karena gagal di ujian akhir akibat tertinggal materi karena kehabisan kuota.
Saya tidak ingin pendidikan menjadi mimpi buruk dan parasit yang mematikan mimpi indah dan harapan akan masa depan. Tak perlu ada risau dan hutang yang timbul oleh pulsa dan kuota. Alat sebatas sebuah alat, bukan menjadi tujuan pendidikan. Pendidikan bukan tentang Zoom atau aplikasi Video Conference.
Pendidikan pun bukan tentang menghukum dan menjatuhkan yang tidak mampu. Pendidikan adalah tentang memberikan kesempatan untuk bertumbuh.Pendidikan juga adalah tentang membesarkan yang kecil, menguatkan yang lemah, mengangkat yang dibawah dan memajukan yang tertinggal.
by : Wandi